Di dadanya - tepatnya di kaus bagian dada - tertulis dengan sangat mencolok, "I love Devil." Pemakainya begitu bangga dengan kaus tersebut dan memamerkannya kepada mata semua orang. Dada yang lain tertulis "Bad Girl". Lagi-lagi pemakainya sangat percaya diri mengenakan kaus ketat bertuliskan kosakata bahasa Inggris tersebut.
Saya seringkali terpaksa mengelus dada sendiri bila menyaksikan tingkah polah anak bangsa ini. "Kok bisa ya bangga dengan tulisan semacam itu? Mereka mengerti tidak sih apa maknanya?" Kalau diterjemahkan, maka yang pertama berarti aku pemuja setan, sedang yang kedua artinya gadis badung. Otak warasku mengatakan tidak mungkin mereka bangga dengan dua predikat itu.
Kaus bertuliskan kata-kata semacam itu, begitu banyak bertebaran dan dipakai oleh generasi muda kita. Para motivator seperti Andrie Wongso atau Mario Teguh sering bilang, kita akan terpengaruh oleh apa yang kita lihat. Misalnya kalau setiap bangun pagi kita selalu melihat gambar rumah bagus, maka otak kita akan berhasrat memilikinya. Suatu saat, keinginan itu bisa terwujud. Saya jadi ngeri mengingat ucapan para motivator, ketika melihat mereka yang bangga memakai kaus-kaus itu.
Sedangkan orang bijak mengungkapkan, kita adalah apa yang kita pakai. Nah lho! Kalau pendapat bijak yang berlaku, maka dua anak muda itu memang pemuja setan dan gadis badung. Tapi sekali lagi saya berusaha tidak percaya asumsi itu. Buat saya, anak muda adalah generasi yang masih putih. Paling buruk baru abu-abu, belum menjadi hitam.
Mungkin mereka tidak sengaja memakai kaos bertuliskan kata-kata asing itu. Mereka hanya terbawa arus, kebanyakan orang kita yang selalu bangga dengan hal-hal berbau barat (Amerika dan Eropa). Apapun itu. Tidak peduli artinya apa, pokoknya dipakai, bergaya dan bergengsi.
Hasil survey majalah Marketing yang dikomandani Handy Irawan menunjukkan itu; bahwa konsumen Indonesia sangat ‘foreign minded’. Maka jangan heran jika bola sepak bermerk asing dianggap lebih bagus dibanding bola sepak bermerk lokal. Padahal cara membuatnya sama, dengan bahan yang sama oleh produsen yang sama; orang Majalengka!
Jangan heran juga kalau banyak produk lokal, ‘terpaksa’ berbaju asing demi mengikuti mental konsumen. Mental kita… mental para anak muda juga.
Kasihan ya!?
Blog ini berisi pendapat pribadi tentang berbagai peristiwa di sekitar penulis, baik yang dialami sendiri maupun pengalaman orang lain. Semoga bermanfaat...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar